Skip to main content

#23 Jangan menyerah dulu

Seperti biasa setiap hari sabtu saya menjalani rutinitas yang setidaknya sudah 1,5 tahun ini saya jalani, tapi hari ini terasa berbeda dari sabtu-sabtu sebelumnya, hari ini saya berterus terang ke bapak tentang satu keresahan saya,

pak maaf jika nanti saya harus lulus sampai akhir tahun, karna mungkin tidak bisa mengejar karena kesibukan pekerjaan dikantor, apalagi bulan maret sampai april sudah seperti bulan compliance, 

bagaimana dengan yang lain?, apakah sama lulus akhir tahun?, 

ehm tidak, itu karena kesibukan saya sendiri, 

ya sudah kejar kalau begitu!,

suasana langsung hening ...


stop disini saja pak, saya nunggu disini saja

sesampai di tempat pemberhentian bus saya langsung menyambut tangan bapak, 

pamit pergi pak, 

emmm,

sesuai jadwal bus akan berangkat jam 7 pagi, artinya saat itu tinggal 10 menit lagi bus akan tiba, saya langsung duduk di bagian sepi untuk menunggu bus, sambil menunggu masih terpikir dikepala, ini memang karakter bapak, 

tidak lama berselang bus tiba, saya paling akhir naik bus karna saya sering merasa ditertawakan oleh orang lain jika ikut berebut, beruntung ada kursi yang masih kosong dan memang posisi favorit saya, kursi nomer 3 dari tengah sebelah kiri, 

satu kebiasaan saya saat naik bus umum sering tidur karena bus umum relatif lambat, tapi untuk kali ini saya bertahan, hanya melamun melihat orang disekitar, sambil menganalisa sifat orang lain dari ekspresi wajah, cara bicara, isi pembicaraan dan cara tertawa, ah sangat menyenangkan memperkaya analisa saya dalam menilai orang, hahaha

masih berlanjut terpikir dengan perkataan bapak tadi, dalam diri menyemangati, ayolah dikencangkan lagi, jangan nyerah sebelum akhir, masih bisa dikejar, yakin dengan kemampuan sendiri, yoshh,

eh ada semangat lain juga seperti kata orang 'satu hari menunda menulis sama dengan satu hari menunda nikah'.

Comments

Popular posts from this blog

#18 Keseimbangan

Dunia ini, begitu keras bagi si miskin, begitu mudah bagi si kaya, begitu banyak perjuangan bagi si biasa, begitu santai bagi yang berpunya, begitu pahit bagi si jelata, begitu nikmat bagi si penguasa. Dunia ini, begitu sepi bagi si penyelendiri, padahal sudah begitu ramai dinampak mata, begitu ramai bagi si pemikir, sehingga diupayakan tindakan meminimalisir. tidak ada yang buruk dari bertolak belakang antara keduanya, karna itulah disebut keseimbangan, yang terbaik dari kedua kondisi tersebut selalu  saja bagi mereka yang sadar jika semua itu hanya sementara, karena mereka menyadari hakikat sebagai manusia.